Angka pertumbuhan ekonomi 2012 diperkirakan berada pada kisaran 6,4 persen hingga 6,8 persen. Angka pertumbuhan ekonomi ini berarti akan mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan asumsi angka pertumbuhan ekonomi 2011 yang mencapai 6,3 persen.
Demikian hasil pembahasan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bersama kementerian terkait menyusun beberapa asumsi makro Rencana Kerja Pemerintah 2012. Asumsi-asumsi makro tersebut disusun berdasarkan kondisi terkini hingga Maret 2011. "Kami ingin lebih realistis melihat situasi," kata Wakil Menteri Perencanan Pembangunan Nasional Lukita Dinarsyah Tuwo, di Jakarta, Rabu (27/4).
Dikatakan, pemerintah melakukan penyesuaian asumsi makro ekonomi dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012. Penyesuaian didasarkan pada perkembangan kondisi terkini yang ada. Penyusunan RKP yang disusun Bappenas itu selain menetapkan angka pertumbuhan ekonomi pada kisaran 6,4 persen hingga 6,8 persen, juga angka inflasi 5,5 persen, suku bunga 6,5 persen, inflasi 5,5 persen, dan kurs rupiah Rp 9.100 per dolar AS.
Krisis nilai tukar telah menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam sejak bulan Juli 1997 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam triwulan ketiga dan triwulan keempat menurun menjadi 2,45 persen dan 1,37 persen. Pada triwulan pertama dan triwulan kedua tahun 1997 tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8,46 persen dan 6,77 persen. Pada triwulan I tahun 1998 tercatat pertumbuhan negatif sebesar -6,21 persen.
Merosotnya pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari masalah kondisi usaha sektor swasta yang makin melambat kinerjanya. Kelambatan ini terjadi antara lain karena sulitnya memperoleh bahan baku impor yang terkait dengan tidak diterimanya LC Indonesia dan beban pembayaran hutang luar negeri yang semakin membengkak sejalan dengan melemahnya rupiah serta semakin tingginya tingkat bunga bank. Kerusuhan yang melanda beberapa kota dalam bulan Mei 1998 diperkirakan akan semakin melambatkan kinerja swasta yang pada giliran selanjutnya menurunkan lebih lanjut pertumbuhan ekonomi, khususnya pada triwulan kedua tahun 1998. (grafik 1)
Sementara itu perkembangan ekspor pada bulan Maret 1998 menunjukkan pertumbuhan ekspor nonmigas yang menggembirakan yaitu sekitar 16 persen. Laju pertumbuhan ini dicapai berkat harga komoditi ekspor yang makin kompetitif dengan merosotnya nilai rupiah. Peningkatan ini turut menyebabkan surplus perdagangan melonjak menjadi 1,97 miliar dollar AS dibandingkan dengan 206,1 juta dollar AS pada bulan Maret tahun 1997. Impor yang menurun tajam merupakan faktor lain terciptanya surplus tersebut. Impor pada bulan Maret 1998 turun sebesar 38 persen sejalan dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi.
Sumber :
No comments:
Post a Comment